ALAMAT

WONOSOBO - JAWA TENGAH

Rabu, 20 Februari 2013

PERSAUDARAAN SETIA HATI


PERSAUDARAAN SETIA HATI (Diri Yang Setia Kepada Hati Sanubari)

Persaudaraan Setia Hati atau orang lebih sering menyebutnya setia hati atau sh, lekat dikalangan masyarakat pencak silat dikaitkan dengan IPSI karena pendahulunya adalah tokoh-tokoh yang sangat loyal dan penuh dedikasi mengembangkan pencak silat di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi, persaudaraan Setia Hati tidak mengenal istilah guru besar atau pelatih, tetapi lebih sering menggunakan istilah Khadang. Khadang yang lebih pandai bersilat mengajarkan yang masih baru untuk belajar, sedangkan yang lebih banyak pemahamannya tentang kerohanian mengajarkan ilmu kepada yang lain… begitulah persaudaraan dibangun.

Persaudaraan Setia Hati dibentuk sebagai sebuah organisasi pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang oleh saudara-saudara dari berbagai daerah sebanyak lebih kurang 50 orang. Pembentukan organisasi ini tentu saja mendapat persetujuan Ki ngabei Surodiwiryo, apalagi kemudian ditetapkan sebagai ketuanya adalah bapak Munandar Hardjowiyoto yang telah disahkan oleh beliau (Ki ngabei Surodiwiryo) untuk menjadi juru kecer.






ORGANISASI

Organisasi Persaudaraan Setia Hati dalam perjalanan waktu awalnya bernama SHO (Setia Hati Organisasi) dipimpin oleh Bapak Munandar Hardjowijoto (1932-1934) Kemudian pada tahun 1934-1938 Ketua Umum dipegang oleh Bapak Maryun Sudirohadiprojo dan Bapak Munandar Hardjowijoto sebagai Ketua Kerohanian. Pada tahun 1938-1962 Ketua Umum adalah Bapak Alip Purwowarso Sementara Ketua kerohanian masih tetap dipegang oleh Bapak Munandar. Selanjutnya pada tahun 1962-1978 Bapak Munandar Hardjowijoto sebagai Ketua Umum dimana pada periode inilah SHO diganti namanya menjadi Persaudaraan Setia Hati (SH). Selanjutnya setelah Bapak Munandar Hardjowijoto meninggal dunia beliau digantikan oleh Bapak GPH Gondhokusumo (1978-1985). Periode berikutnya (1985-2000) Ketua Umum adalah Bapak R. Mashadi Sastrohadipranoto kemudian digantikan oleh Bapak Harsoyo (2000-2005) sebagai hasil MUNAS di Yogyakarta. Kemudian hasil MUNAS di Wonosobo untuk periode 2005-2010 Ketua Umum adalah Bapak Gambiro, dan pada tahun 2010 bertempat di Temanggung Bapak H. Trinowo Harsono menjabat sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati untuk periode 2010-2015.





TUNTUNAN

Tuntunan ini adalah arahan bapak Munandar Hardjowiyoto yang ditulis oleh bapak Slamet Danudinoto kemudian disalin kembali di blok ini tanpa mengurangi atau menambah isinya.
TUNTUNAN KE-I
ISI
  1. Apakah S.H itu, dan bagaimana hakikatnya ?
    1. Kata S.H adalah singkatan Setia Hati
    2. Ungkapan secara singkat ringkas
    3. Hakikat
  2. Bagaimana Perwujudan manifestasinya ?
  3. Apa Kegunaan SH bagi
    1. Insan S.H secara individu / seseorang.
    2. Insan S.H dalam ikatan organisasi Persaudaraan Setia Hati..
    3. Keperluan kemanusiaan,
1.  APAKAH S.H ITU DAN BAGAIMANA HAKIKATNYA ?
  • Kata S.H adalah singkatan Setia Hati
Setia Hati mengandung arti dan makna : Diri Setia Kepada Hati-Sanubari. Sedangkan Hati Sanubari fungsinya selalu menghadap kiblat kepada TUHAN YANG MAHA ESA.
Ungkapan secara singkat ringkas
(1)   Yang dimaksud dengan Diri ialah totalitas atau keseluruhan utuh bulat daripada badan wadag atau jasad dengan segala alat kelengkapannya, seperti pancaindera, akal pikiran,kehendak keinginan, hawa nafsu dan lain sebagainya. Badan wadag atau jasad dengan kelengkapannya itu kait mengkait, isi mengisi, serap menyerap satu sama lain mewujudkan suatu sifat atau perbuatan secara utuh.
(2)   Adapun Hati Sanubari ialah Kalbu, Sukma, Rosing Roso, Rasa Jati, Hati Nurani atau Pribadi.
(3)   Kata Setia mengandung arti : Tidak mau dipisahkan betapapun situasi dan kondisinya. Ikhlas berkorban demi kesetiaannya menurut kehendak, yang dilimpahi kesetiaannya secara mutlak. Kesetiaan itu pada dasarnya berlandasan cinta kasih dan kasih sayang yang mendalam.
(4)   Diri Setia Kepada Hati Sanubari disini berarti Diri yang sudah bersatu manunggal dengan Hati Sanubari berkiblat kepada Yang Maha Kuasa.
Hakikat
(1)   Yang disebut Diri itu sesungguhnya apa dari  manusianya, jadi merupakan obyek belaka, bukan subyek. Dengan kata lain Diri adalah yang digunakan, bukan yang menggunkan; yang digerakkan, bukan yang menggerakkan; yang diwisesa bukan yang misesa. Bandingkan : apa-nya yang melihat, dengan Siapa yang melihat Dengan demikian Diri berfungsi hanya sebagai (pra) sarana belaka.
(2)   Adapaun yang disebut Hati Sanubari, Pribadi, Rosing Rasamerupakan Siapa atau Subyek daripada manusia-nya. Dengan demikian jadiyang menggunakan, yang menggerakkan, yang mengaku, yang misesa. Akan merupakan kesalahan yang besarlah, jikalau yang sesungguhnya obyekdianggap atau diperlakukan sebagai subyek, dan sebaliknya yang sesungguhnya subyek diperlakukan dan dianggap hanya sebagai obyek. Diibaratkan : Sebuah pensil membuat tulisan. Sesungguhnya pensil itu hanya suatu benda/alat – sarana yang digerakkan untuk membuat tulisan. Pensil baru dapat bergerak dan menulis kalau digerakkan atau dituliskan. Pensil tidak akan dapat bergerak dan menulis sendiri tanpa adanya yang menuliskan. Tulisannyapun sesngguhnya bukan kepunyaan pensil, akan tetapi kepunyaan yang menuliskan. Tidakkah merupakan kesalahan besar, jikalau pensil itu menyatakan Saya menulis sendiri, dan tulisan ini tulisanku.Hati Sanubari berisikan rasa pangrasa yang halus dan mendalam dan menjadi sarana Tuhan untuk Menyatakan Diri dalam Wahyu atauSasmitanya. Oleh karenanya Hati Sanubari seolah-olah berfungsi sebagaiDuta Besar Berkuasa Penuh untuk ke Tuhan dan dari Tuhan. Jikalau Dirisudah bersatu manunggal dengan Pribadi dan Diri berbuat menurut dan selaras dengan Hati Sanubari, maka manusia yang memiliki diri itu adalahpelaku-bulat Illahi dan dapat disebut manusia utuh-bulat, manusia pari-purna. Inilah tujuan persaudaraan Setia Hati, membimbing para kadang menjadi insane S.H. sejati yang selalu hidup didalam Tuhan. Sudahkah kadang-kadang S.H. merasa menjadi insane/manusia S.H. sejati ?
2.  BAGAIMANAKAH PERWUJUDAN / MANIFESTASI SETIA HATI ?
  1. Perwujudan / manifestasi SETIA-HATI yang kami lihat dan kami ketahui pada umumnya masih terbatas pada perwujudan dalam bentuk Pencak Silat, jadi masih terbatas pada sinar, belum pada matahari-nya, masih terbatas pada Diri, belum sampai pada pribadi-nya ; dengan kata lain belum sampai kepada hakekat daripada SETYA-HATI.
  2. PENCAK-SILAT S.H. dalam fungsinya untuk mempertahankan dan membela diri adalah salah satu sarana memperoleh keselamatan, keamanan dan ketentraman hidup. Yang dimaksud dengan keselamatan, keamanan dan ketenteraman lahir bathin menuju pada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
  3. Keselamatan yang beraspek lahir diusahakan dengan melatih dan mengolah diri, sedang keamanan dan ketenteraman yang beraspek bathinperlu diusahakan dengan melatih pribadi. Pencak-Silat S.H.sesungguhnya tidak bisa dan tidak boleh dipisahkan dari jiwa pribadi S.H., seperti halnya dengan sinar matahari dari matahari atau sebaliknya matahari dari sinarnya. Begitu pula  rasa manis dari madu atau sebaliknya madu dari rasa manis-nya. Kedua-duanya mewujudkan dwi-tunggal, dua eksistensi yang menyatu-manunggal, mewujudkan satu keutuhan bulat, satu totalitas.
  4. Oleh karenanya tiada tepat dan lengkaplah, mempelajari PENCAK-SILAT S.H. tanpa memperdalam JIWA–PRIBADI S.H. atau sebaliknya memperdalam JIWA-PRIBADI S.H. tanpa memahami PENCAK-SILAT S.H.
3.  APAKAH KEGUNAAN SETIA HATI ?
  1. Bagi kadang-kadang S.H. Sendiri Sebagai Seseorang / Individu.
(1)   Perjalanan hidup seseorang pada umumnya selalu terombang-ambing oleh pasang surut gelombang kehidupan. Entah itu diakui sebagai cobaan atau sebagai ujian hidup. Gelombang itu bisa diakui menjadi kawan atau lawan tergantung pada kekuatan , keseimbangan dan keselarasan diri-pribadi menentukan sikap dalam menghadapi gelombang yang merupakan tantangan hidup itu. Jika gelombang atauujian hidup itu membawa suka diakui sebagai kawan, Sebaliknya jika menimbulkan duka atau kecewa, dianggap sebagai lawan. Padahal kesemuanya prose situ tiada terlepas dan berada dalam TATA WISESA TUHAN sesuai dengan KODRAT (KUASA) dan IRADAT (KARSA) TUHAN. Oleh karena itu, barang siapa selalu dalam Hukum Tuhan, menyelaraskan tiap kehendak dan perbuatannya dengan Kodrat dan Iradat Illahi, dia niscaya akan aman-tenteram selamat-sejahtera lahir-bathin.
(2)   Dalam hubungan ini SETYA-HATI membantu membimbing kadang-kadang mencapai tuuan tersebut dengan mengusahakan latihan-latihan untuk dapat menguasai kekuatan jasmaniah dan kekuatan rokhaniah dengan latihan-latihan olah raga dan olah jiwa. S.H. berkeyakinan, bahwa gerak-mobah-molah insane itu bertujuan :
(a)    mempertahankan diri pribadi.
(b)   mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (lahir-bathin)
(c)    kembali kepada SUMBER-nya (sesempurna-sempurnanya)
(3)   Dalam pada itu perlu diinsyafi pula, bahwa apa yang disebuttantangan hidup itu bisa bersifat lahiriah jadi kasat mata, atau bisa bersifat bathiniah yangg tidak kasat mata. Tantangan hidup yang kasat mata mungkin berpa penyakit atau berwujud oknum yang ingin menyerang atau mencelakakan kita, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan menggunakan yang disebut kekuatan hitam (black magic). Tantangan hidup yang tidak kasat mata biasanya berupa kehendak-keinginan atau fikiran-fikiran dan gagasan-gagasan yang diprakarsai oleh hawa nafsunya sendiri. Betapapun bentuk atau wujud daripada tantangan-tantangan itu, kita tidak perlu dan tidak boileh cemas, asalkan kita sendiri memiliki dan menguasai kekuatan jasmaniah dan rokhaniah yang sepadan atau melebihi.
(4)   Oleh karena itu setiap insane S.H. diwajibkan memahami PENCAK-SILAT S.H. dan menguasai KEROHANIAN S.H. dengan melakukan latihan-latihan secara teratur, terarah dan tekun. Tiap latihan harus dikerjakan dengan teliti, betul sampai tutug. Jiwa pribadi sebagaisubyek atau yang mengaku dan misesa perlu selalu disiap-siagakan menghadapi segala kemungkinan rintangan atau tantangan yang tidak kasat-mata, sedang diri yang melingkupi jasad dan alat kelengkapannya perlu pula dilatih, agar menguasai daya kekuatan danmemiliki kemampuan serta ketrampilan menghadapi segala kemungkianan tantangan yang kasat-mata. Dengan jalan menghayati ajaran-ajaran termaksud di atas, diharapkan setiap insane S.H. akan berhasil mencapai suasana aman, tenteram sentausa, selamat sejahtera, lahir bathin.
2.   Kegunaan S.H.Bagi Para Kadang Dalam Ikatan Organisasi
(1)   Insan-insan S.H. yang merasa mempunyai ikatan tali persaudaraan SETYA-HATI dalam arti DIRI SETIA KEPADA HATI SANUBARI, ber-JIWA PRIBADI S.H. serta ber-PENCAK-SILAT S.H. sudah selayaknya merasa merupakan satu rumpun, RUMPUN S.H.
(2)   SETYA-HATI harus dapat dirasakan sebagai Suh / simpai atau suatu alat-pengikat untuk menghimpun dan mengatur secara organisasi yang baik dan teratur, agar bisa menunjukkan partisipasinya sebagai potensi yang tidak boleh diabaikan begitu saja dalam pembangunan, khususnya dibidang mental-spiritual. Ikatan bathin dengan jiwa-pribadi S.H., ikatan lahir dengan Pencak-Silat S.H. dalam suatu organisasi yang baik dan teratur sebagai wadah atau sarana, dimana para kadang ber-silih-asah, silih asuh, silih asih. Masing-masing dapat mencerdaskan, mengasuh hingga timbul rasa cinta-kasih dan kasih saying satu sama lain.
3.    Kegunaan S.H Bagi Kemanusiaan
(1)   SETYA-HATI bermaksud memberikan bimbingan kepada kadang-kadang S.H. kerarah DIRI SETYA KEPADA HATI-SANUBARI, karena jika DIRI sungguh-sungguh sudah setya kepada Hati Sanubari, maka dia tidak mau lepas atau terpisah dari Hati –Sanubari. Ini berarti baahwasanya DIRI dengan PRIBADI sudah menjadi satu-manunggal, lingkup-melingkupi dan serap-menyerapi. Manusianya sungguh-sungguh mewujudkan suatu totalitas, suatu keutuhan bulat. Manusianya sunggh-sungguh dapat disebut PELAKU BULAT daripadaSUBYEK MUTLAK, TUHAN YANG MAHA ESA. Ajaran-ajaran tersebut pada dasarnya beraspek Universil, untuk seluruh umat manusia, tidak semata-mata hanya dikhususkan bagi kadang-kadang S.H. saja.
(2)   Kembali kepada masalah hati-sanubari atau pribadi. Tidak dapat disangkal lagi, bahwasanya landasan untuk ber-iman dan memantapkan iman kepada TUHAN  ialah hati-sanubari masing-masing. Hati-sanubarilah yang dapat mewjudkan gerak-mobah-molah, perbuatan atau pakarti adil, jujur, benar, tepa-sarira dan membawa seseorang ke rasa-pangrasa yang halus mendalam. Sesungguhnya rasainilah yang disebut rasa KETUHANAN atau rasa KASUKSMAN. Rasa ini mengantar kita ke rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta budi pekerti luhur.
(3)   Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya, jikalau yang disebut hati-sanubari atau pribadi itu dianggap berfungsi seolah-olah sebagai DUTA BESAR BERKUASA PENUH untuk sampai ke TUHAN dan dari TUHAN, disamping fungsinya sebagai SARANA TUHAN untuk MENYATAKAN DIRI dalam WAHYUNYA. Dengan Diri, setya kepada Hati-Sanubari maka Dirisudah satu-manunggal dengan Pribadi. Diri dengan pribadi sudah lingkup-melingkupi, serap-menyerapi. Dengan demikian diri sudah tidak menjadi tirai atau warana/aling-aling lagi antara pribadi dengan TUHAN PENCIPTANYA. Dalam hubungan ini diri bahkan dapat menjadi tombol (schakelaar B.Bda) antara pribadi dengan GUSTI. Ular-ular seperti tersebut diatas bisalah kiranya digunakan sebagai salah satu unsure landasan dalam tatakehidupan ber-PANCASILA demi memantapkan suksesnya “PEMBANGUNAN BANGSA DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA”





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar