ALAMAT

WONOSOBO - JAWA TENGAH

Minggu, 28 April 2013

GUNUNG MERBABU


Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur, Propinsi Jawa Tengah.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.

Gunung Merbabu cukup populer sebagai ajang kegiatan pendakian. Medannya tidak terlalu berat namun potensi bahaya yang harus diperhatikan pendaki adalah udara dingin, kabut tebal, hutan yang lebat namun homogen (hutan tumbuhan runjung, yang tidak cukup mendukung sarana bertahan hidup atau survival), serta ketiadaan sumber air. Penghormatan terhadap tradisi warga setempat juga perlu menjadi pertimbangan.

Kopeng Thekelan

Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang, Yogya, atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari Yogya naik bus ke Magelang, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih.
Masyarakat di sekitar Merbabu mayoritas beragama Budha sehingga akan kita temui beberapa Vihara di sekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk melakukan upacara tradisional di kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan. Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada di tengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gn. Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan di sini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Menuruni gunung Merbabu lewat jalur menuju Selo menjadi pilihan yang menarik. Kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweis, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan seperti di film India yang sangat menghibur kita sehingga lupa akan segala kelelahan, kedinginan dan rasa lapar. Disepanjang jalan kita dapat menyaksikan Gn.Merapi yang kelihatan sangat dekat dengan puncak yang selalu mengeluarkan Asap.
Kita akan menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil yang dilapisi rumput hijau tanpa pepohonan untuk berlindung dari hempasan angin. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air dan pos peristirahatan. Kabut dan badai sering muncul dengan tiba-tiba, sehingga sangat berbahaya untuk mendirikan tenda.
Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga sangat membingungkan pendaki. Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput dipuncak gunung, sehingga pendaki akan sampai diperkampungan penduduk. Sambutan yang sangat ramah dan meriah diberikan oleh penduduk Selo bagi setiap pendaki yang baru saja turun Gn.Merbabu. Apabila Anda tidak bisa berbahasa jawa ucapkan saja terima kasih.
Dari Selo dapat dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Boyolali-Magelang, bila ingin ke yogya ambil jurusan Magelang, dan bila hendak ke Semarang atau Solo ambil jurusan Boyolali.

Jalur Wekas

Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang ( Steve, Sigit, Bowo, Hari, Bayu) pertengahan Maret 2005 melakukan pendakian Gunung Merbabu melalui Jalur Wekas. Untuk menuju ke Desa Wekas kita harus naik mobil Jurusan Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas. Dari Kaponan pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3 Km menuju pos Pendakian.
Jalur ini sangat populer dikalangan para Remaja dan Pecinta Alam kota Magelang, karena lebih dekat dan banyak terdapat sumber air, sehingga banyak remaja yang suka berkemah di Pos II terutama di hari libur. Wekas merupakan desa terakhir menuju puncak yang memakan waktu kira-kira 6-7 jam. Jalur wekas merupakan jalur pendek sehingga jarang terdapat lintasan yang datar membentang. Lintasan pos I cukup lebar dengan bebatuan yang mendasarinya. Sepanjang perjalanan akan menemui ladang penduduk khas dataran tinggi yang ditanami Bawang, Kubis, Wortel, dan Tembakau, juga dapat ditemui ternak kelinci yang kotorannya digunakan sebagai pupuk. Rute menuju pos I cukup menanjak dengan waktu tempuh 2 jam.
Pos I merupakan sebuah dataran dengan sebuah balai sebagai tempat peristirahatan. Di sekitar area ini masih banyak terdapat warung dan rumah penduduk. Selepas pos I, perjalanan masih melewati ladang penduduk, kemudian masuk hutan pinus. Waktu tempuh menuju pos II adalah 2 jam, dengan jalur yang terus menanjak curam.
Pos II merupakan sebuah tempat yang terbuka dan datar, yang biasa didirikan hingga beberapa puluhan tenda. Pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur Pos II ini banyak digunakan oleh para remaja untuk berkemah. Sehingga pada hari-hari tersebut banyak penduduk yang berdagang makanan. Pada area ini terdapat sumber air yang di salurkan melalui pipa-pipa besar yang ditampung pada sebuah bak.
Dari Pos II terdapat jalur buntu yang menuju ke sebuah sungai yang dijadikan sumber air bagi masyarakat sekitar Wekas hingga desa-desa di sekitarnya. Jalur ini mengikuti aliran pipa air menyusuri tepian jurang yang mengarah ke aliran sungai di bawah kawah. Terdapat dua buah aliran sungai yang sangat curam yang membentuk air terjun yang bertingkat-tingkat, sehingga menjadi suatu pemandangan yang sangat luar biasa dengan latar belakang kumpulan puncak - puncak Gn. Merbabu.
Selepas pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan persimpangan jalur Kopeng yang berada di atas pos V (Watu Tulis), jalur Kopeng. Dari persimpangan ini menuju pos Helipad hanya memerlukan waktu tempuh 15 menit. Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.

Jalur Kopeng Cunthel

Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang (Maulana, Steve, Iwi, Ardy, Sigit) pertengahan September 2004 melakukan pendakian Gunung Merbabu berangkat melalui jalur Kopeng - Cunthel, dan turun mengambil jalur Kopeng Thekelan.
Untuk menuju ke desa Cuntel dapat ditempuh dari kota Salatiga menggunakan mini bus jurusan Salatiga Magelang turun di areal wisata Kopeng, tepatnya di Bumi perkemahan Umbul Songo. Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki menyusuri Jalan setapak berbatu yang agak lebar sejauh 2,5 km, di sebelah kiri adalah Bumi Perkemahan Umbul Songo. Setelah melewati Umbul Songo berbelok ke arah kiri, di sebelah kiri adalah hutan pinus setelah berjalan kira-kira 500 meter di sebelah kiri ada jalan setapak ke arah hutan pinus, jalur ini menuju ke desa Thekelan.
Untuk menuju ke Desa Cuntel berjalan terus mengikuti jalan berbatu hingga ujung. Banyak tanda penunjuk arah baik di sekitar desa maupun di jalur pendakian. Di Basecamp Desa Cuntel yang berada di tengah perkampungan ini, pendaki dapat beristirahat dan mengisi persediaan air. Pendaki juga dapat membeli berbagai barang-barang kenangan berupa stiker maupun kaos.
Setelah meninggalkan perkampungan, perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perkebunan penduduk. Jalur sudah mulai menanjak mendaki perbukitan yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Jalan setapak berupa tanah kering yang berdebu terutama di musim kemarau, sehingga mengganggu mata dan pernapasan. Untuk itu sebaiknya pendaki menggunakan masker pelindung dan kacamata.
Setelah berjalan sekitar 30 menit dengan menyusuri bukit yang berliku-liku pendaki akan sampai di pos Bayangan I. Di tempat ini pendaki dapat berteduh dari sengatan matahari maupun air hujan. Dengan melintasi jalur yang masih serupa yakni menyusuri jalan berdebu yang diselingi dengan pohon-pohon pinus, sekitar 30 menit akan sampai di Pos Bayangan II. Di pos ini juga terdapat banguanan beratap untuk beristirahat.
Dari Pos I hingga pos Pemancar jalur mulai terbuka, di kiri kanan jalur banyak ditumbuhi alang-alang. Sementara itu beberapa pohon pinus masih tumbuh dalam jarak yang berjauhan.
Pos Pemancar atau sering juga di sebut gunung Watu Tulis berada di ketinggian 2.896 mdpl. Di puncaknya terdapat stasiun pemancar relay. Di Pos ini banyak terdapat batu-batu besar sehingga dapat digunakan untuk berlindung dari angin kencang. Namun angin kencang kadang datang dari bawah membawa debu-debu yang beterbangan. Pendakian di siang hari akan terasa sangat panas. Dari lokasi ini pemandangan ke arah bawah sangat indah, tampak di kejauhan Gn.Sumbing dan Gn.Sundoro, tampak Gn.Ungaran di belakang Gn. Telomoyo.
Jalur selanjutnya berupa turunan menuju Pos Helipad, suasana dan pemandangan di sekitar Pos Helipad ini sungguh sangat luar biasa. Di sebelah kanan terbentang Gn. Kukusan yang di puncaknya berwarna putih seperti muntahan belerang yang telah mengering. Di depan mata terbentang kawah yang berwarna keputihan. Di sebelah kanan di dekat kawah terdapat sebuah mata air, pendaki harus dapat membedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.

























































Rabu, 20 Februari 2013

PERSAUDARAAN SETIA HATI


PERSAUDARAAN SETIA HATI (Diri Yang Setia Kepada Hati Sanubari)

Persaudaraan Setia Hati atau orang lebih sering menyebutnya setia hati atau sh, lekat dikalangan masyarakat pencak silat dikaitkan dengan IPSI karena pendahulunya adalah tokoh-tokoh yang sangat loyal dan penuh dedikasi mengembangkan pencak silat di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi, persaudaraan Setia Hati tidak mengenal istilah guru besar atau pelatih, tetapi lebih sering menggunakan istilah Khadang. Khadang yang lebih pandai bersilat mengajarkan yang masih baru untuk belajar, sedangkan yang lebih banyak pemahamannya tentang kerohanian mengajarkan ilmu kepada yang lain… begitulah persaudaraan dibangun.

Persaudaraan Setia Hati dibentuk sebagai sebuah organisasi pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang oleh saudara-saudara dari berbagai daerah sebanyak lebih kurang 50 orang. Pembentukan organisasi ini tentu saja mendapat persetujuan Ki ngabei Surodiwiryo, apalagi kemudian ditetapkan sebagai ketuanya adalah bapak Munandar Hardjowiyoto yang telah disahkan oleh beliau (Ki ngabei Surodiwiryo) untuk menjadi juru kecer.






ORGANISASI

Organisasi Persaudaraan Setia Hati dalam perjalanan waktu awalnya bernama SHO (Setia Hati Organisasi) dipimpin oleh Bapak Munandar Hardjowijoto (1932-1934) Kemudian pada tahun 1934-1938 Ketua Umum dipegang oleh Bapak Maryun Sudirohadiprojo dan Bapak Munandar Hardjowijoto sebagai Ketua Kerohanian. Pada tahun 1938-1962 Ketua Umum adalah Bapak Alip Purwowarso Sementara Ketua kerohanian masih tetap dipegang oleh Bapak Munandar. Selanjutnya pada tahun 1962-1978 Bapak Munandar Hardjowijoto sebagai Ketua Umum dimana pada periode inilah SHO diganti namanya menjadi Persaudaraan Setia Hati (SH). Selanjutnya setelah Bapak Munandar Hardjowijoto meninggal dunia beliau digantikan oleh Bapak GPH Gondhokusumo (1978-1985). Periode berikutnya (1985-2000) Ketua Umum adalah Bapak R. Mashadi Sastrohadipranoto kemudian digantikan oleh Bapak Harsoyo (2000-2005) sebagai hasil MUNAS di Yogyakarta. Kemudian hasil MUNAS di Wonosobo untuk periode 2005-2010 Ketua Umum adalah Bapak Gambiro, dan pada tahun 2010 bertempat di Temanggung Bapak H. Trinowo Harsono menjabat sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati untuk periode 2010-2015.





TUNTUNAN

Tuntunan ini adalah arahan bapak Munandar Hardjowiyoto yang ditulis oleh bapak Slamet Danudinoto kemudian disalin kembali di blok ini tanpa mengurangi atau menambah isinya.
TUNTUNAN KE-I
ISI
  1. Apakah S.H itu, dan bagaimana hakikatnya ?
    1. Kata S.H adalah singkatan Setia Hati
    2. Ungkapan secara singkat ringkas
    3. Hakikat
  2. Bagaimana Perwujudan manifestasinya ?
  3. Apa Kegunaan SH bagi
    1. Insan S.H secara individu / seseorang.
    2. Insan S.H dalam ikatan organisasi Persaudaraan Setia Hati..
    3. Keperluan kemanusiaan,
1.  APAKAH S.H ITU DAN BAGAIMANA HAKIKATNYA ?
  • Kata S.H adalah singkatan Setia Hati
Setia Hati mengandung arti dan makna : Diri Setia Kepada Hati-Sanubari. Sedangkan Hati Sanubari fungsinya selalu menghadap kiblat kepada TUHAN YANG MAHA ESA.
Ungkapan secara singkat ringkas
(1)   Yang dimaksud dengan Diri ialah totalitas atau keseluruhan utuh bulat daripada badan wadag atau jasad dengan segala alat kelengkapannya, seperti pancaindera, akal pikiran,kehendak keinginan, hawa nafsu dan lain sebagainya. Badan wadag atau jasad dengan kelengkapannya itu kait mengkait, isi mengisi, serap menyerap satu sama lain mewujudkan suatu sifat atau perbuatan secara utuh.
(2)   Adapun Hati Sanubari ialah Kalbu, Sukma, Rosing Roso, Rasa Jati, Hati Nurani atau Pribadi.
(3)   Kata Setia mengandung arti : Tidak mau dipisahkan betapapun situasi dan kondisinya. Ikhlas berkorban demi kesetiaannya menurut kehendak, yang dilimpahi kesetiaannya secara mutlak. Kesetiaan itu pada dasarnya berlandasan cinta kasih dan kasih sayang yang mendalam.
(4)   Diri Setia Kepada Hati Sanubari disini berarti Diri yang sudah bersatu manunggal dengan Hati Sanubari berkiblat kepada Yang Maha Kuasa.
Hakikat
(1)   Yang disebut Diri itu sesungguhnya apa dari  manusianya, jadi merupakan obyek belaka, bukan subyek. Dengan kata lain Diri adalah yang digunakan, bukan yang menggunkan; yang digerakkan, bukan yang menggerakkan; yang diwisesa bukan yang misesa. Bandingkan : apa-nya yang melihat, dengan Siapa yang melihat Dengan demikian Diri berfungsi hanya sebagai (pra) sarana belaka.
(2)   Adapaun yang disebut Hati Sanubari, Pribadi, Rosing Rasamerupakan Siapa atau Subyek daripada manusia-nya. Dengan demikian jadiyang menggunakan, yang menggerakkan, yang mengaku, yang misesa. Akan merupakan kesalahan yang besarlah, jikalau yang sesungguhnya obyekdianggap atau diperlakukan sebagai subyek, dan sebaliknya yang sesungguhnya subyek diperlakukan dan dianggap hanya sebagai obyek. Diibaratkan : Sebuah pensil membuat tulisan. Sesungguhnya pensil itu hanya suatu benda/alat – sarana yang digerakkan untuk membuat tulisan. Pensil baru dapat bergerak dan menulis kalau digerakkan atau dituliskan. Pensil tidak akan dapat bergerak dan menulis sendiri tanpa adanya yang menuliskan. Tulisannyapun sesngguhnya bukan kepunyaan pensil, akan tetapi kepunyaan yang menuliskan. Tidakkah merupakan kesalahan besar, jikalau pensil itu menyatakan Saya menulis sendiri, dan tulisan ini tulisanku.Hati Sanubari berisikan rasa pangrasa yang halus dan mendalam dan menjadi sarana Tuhan untuk Menyatakan Diri dalam Wahyu atauSasmitanya. Oleh karenanya Hati Sanubari seolah-olah berfungsi sebagaiDuta Besar Berkuasa Penuh untuk ke Tuhan dan dari Tuhan. Jikalau Dirisudah bersatu manunggal dengan Pribadi dan Diri berbuat menurut dan selaras dengan Hati Sanubari, maka manusia yang memiliki diri itu adalahpelaku-bulat Illahi dan dapat disebut manusia utuh-bulat, manusia pari-purna. Inilah tujuan persaudaraan Setia Hati, membimbing para kadang menjadi insane S.H. sejati yang selalu hidup didalam Tuhan. Sudahkah kadang-kadang S.H. merasa menjadi insane/manusia S.H. sejati ?
2.  BAGAIMANAKAH PERWUJUDAN / MANIFESTASI SETIA HATI ?
  1. Perwujudan / manifestasi SETIA-HATI yang kami lihat dan kami ketahui pada umumnya masih terbatas pada perwujudan dalam bentuk Pencak Silat, jadi masih terbatas pada sinar, belum pada matahari-nya, masih terbatas pada Diri, belum sampai pada pribadi-nya ; dengan kata lain belum sampai kepada hakekat daripada SETYA-HATI.
  2. PENCAK-SILAT S.H. dalam fungsinya untuk mempertahankan dan membela diri adalah salah satu sarana memperoleh keselamatan, keamanan dan ketentraman hidup. Yang dimaksud dengan keselamatan, keamanan dan ketenteraman lahir bathin menuju pada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
  3. Keselamatan yang beraspek lahir diusahakan dengan melatih dan mengolah diri, sedang keamanan dan ketenteraman yang beraspek bathinperlu diusahakan dengan melatih pribadi. Pencak-Silat S.H.sesungguhnya tidak bisa dan tidak boleh dipisahkan dari jiwa pribadi S.H., seperti halnya dengan sinar matahari dari matahari atau sebaliknya matahari dari sinarnya. Begitu pula  rasa manis dari madu atau sebaliknya madu dari rasa manis-nya. Kedua-duanya mewujudkan dwi-tunggal, dua eksistensi yang menyatu-manunggal, mewujudkan satu keutuhan bulat, satu totalitas.
  4. Oleh karenanya tiada tepat dan lengkaplah, mempelajari PENCAK-SILAT S.H. tanpa memperdalam JIWA–PRIBADI S.H. atau sebaliknya memperdalam JIWA-PRIBADI S.H. tanpa memahami PENCAK-SILAT S.H.
3.  APAKAH KEGUNAAN SETIA HATI ?
  1. Bagi kadang-kadang S.H. Sendiri Sebagai Seseorang / Individu.
(1)   Perjalanan hidup seseorang pada umumnya selalu terombang-ambing oleh pasang surut gelombang kehidupan. Entah itu diakui sebagai cobaan atau sebagai ujian hidup. Gelombang itu bisa diakui menjadi kawan atau lawan tergantung pada kekuatan , keseimbangan dan keselarasan diri-pribadi menentukan sikap dalam menghadapi gelombang yang merupakan tantangan hidup itu. Jika gelombang atauujian hidup itu membawa suka diakui sebagai kawan, Sebaliknya jika menimbulkan duka atau kecewa, dianggap sebagai lawan. Padahal kesemuanya prose situ tiada terlepas dan berada dalam TATA WISESA TUHAN sesuai dengan KODRAT (KUASA) dan IRADAT (KARSA) TUHAN. Oleh karena itu, barang siapa selalu dalam Hukum Tuhan, menyelaraskan tiap kehendak dan perbuatannya dengan Kodrat dan Iradat Illahi, dia niscaya akan aman-tenteram selamat-sejahtera lahir-bathin.
(2)   Dalam hubungan ini SETYA-HATI membantu membimbing kadang-kadang mencapai tuuan tersebut dengan mengusahakan latihan-latihan untuk dapat menguasai kekuatan jasmaniah dan kekuatan rokhaniah dengan latihan-latihan olah raga dan olah jiwa. S.H. berkeyakinan, bahwa gerak-mobah-molah insane itu bertujuan :
(a)    mempertahankan diri pribadi.
(b)   mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (lahir-bathin)
(c)    kembali kepada SUMBER-nya (sesempurna-sempurnanya)
(3)   Dalam pada itu perlu diinsyafi pula, bahwa apa yang disebuttantangan hidup itu bisa bersifat lahiriah jadi kasat mata, atau bisa bersifat bathiniah yangg tidak kasat mata. Tantangan hidup yang kasat mata mungkin berpa penyakit atau berwujud oknum yang ingin menyerang atau mencelakakan kita, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan menggunakan yang disebut kekuatan hitam (black magic). Tantangan hidup yang tidak kasat mata biasanya berupa kehendak-keinginan atau fikiran-fikiran dan gagasan-gagasan yang diprakarsai oleh hawa nafsunya sendiri. Betapapun bentuk atau wujud daripada tantangan-tantangan itu, kita tidak perlu dan tidak boileh cemas, asalkan kita sendiri memiliki dan menguasai kekuatan jasmaniah dan rokhaniah yang sepadan atau melebihi.
(4)   Oleh karena itu setiap insane S.H. diwajibkan memahami PENCAK-SILAT S.H. dan menguasai KEROHANIAN S.H. dengan melakukan latihan-latihan secara teratur, terarah dan tekun. Tiap latihan harus dikerjakan dengan teliti, betul sampai tutug. Jiwa pribadi sebagaisubyek atau yang mengaku dan misesa perlu selalu disiap-siagakan menghadapi segala kemungkinan rintangan atau tantangan yang tidak kasat-mata, sedang diri yang melingkupi jasad dan alat kelengkapannya perlu pula dilatih, agar menguasai daya kekuatan danmemiliki kemampuan serta ketrampilan menghadapi segala kemungkianan tantangan yang kasat-mata. Dengan jalan menghayati ajaran-ajaran termaksud di atas, diharapkan setiap insane S.H. akan berhasil mencapai suasana aman, tenteram sentausa, selamat sejahtera, lahir bathin.
2.   Kegunaan S.H.Bagi Para Kadang Dalam Ikatan Organisasi
(1)   Insan-insan S.H. yang merasa mempunyai ikatan tali persaudaraan SETYA-HATI dalam arti DIRI SETIA KEPADA HATI SANUBARI, ber-JIWA PRIBADI S.H. serta ber-PENCAK-SILAT S.H. sudah selayaknya merasa merupakan satu rumpun, RUMPUN S.H.
(2)   SETYA-HATI harus dapat dirasakan sebagai Suh / simpai atau suatu alat-pengikat untuk menghimpun dan mengatur secara organisasi yang baik dan teratur, agar bisa menunjukkan partisipasinya sebagai potensi yang tidak boleh diabaikan begitu saja dalam pembangunan, khususnya dibidang mental-spiritual. Ikatan bathin dengan jiwa-pribadi S.H., ikatan lahir dengan Pencak-Silat S.H. dalam suatu organisasi yang baik dan teratur sebagai wadah atau sarana, dimana para kadang ber-silih-asah, silih asuh, silih asih. Masing-masing dapat mencerdaskan, mengasuh hingga timbul rasa cinta-kasih dan kasih saying satu sama lain.
3.    Kegunaan S.H Bagi Kemanusiaan
(1)   SETYA-HATI bermaksud memberikan bimbingan kepada kadang-kadang S.H. kerarah DIRI SETYA KEPADA HATI-SANUBARI, karena jika DIRI sungguh-sungguh sudah setya kepada Hati Sanubari, maka dia tidak mau lepas atau terpisah dari Hati –Sanubari. Ini berarti baahwasanya DIRI dengan PRIBADI sudah menjadi satu-manunggal, lingkup-melingkupi dan serap-menyerapi. Manusianya sungguh-sungguh mewujudkan suatu totalitas, suatu keutuhan bulat. Manusianya sunggh-sungguh dapat disebut PELAKU BULAT daripadaSUBYEK MUTLAK, TUHAN YANG MAHA ESA. Ajaran-ajaran tersebut pada dasarnya beraspek Universil, untuk seluruh umat manusia, tidak semata-mata hanya dikhususkan bagi kadang-kadang S.H. saja.
(2)   Kembali kepada masalah hati-sanubari atau pribadi. Tidak dapat disangkal lagi, bahwasanya landasan untuk ber-iman dan memantapkan iman kepada TUHAN  ialah hati-sanubari masing-masing. Hati-sanubarilah yang dapat mewjudkan gerak-mobah-molah, perbuatan atau pakarti adil, jujur, benar, tepa-sarira dan membawa seseorang ke rasa-pangrasa yang halus mendalam. Sesungguhnya rasainilah yang disebut rasa KETUHANAN atau rasa KASUKSMAN. Rasa ini mengantar kita ke rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta budi pekerti luhur.
(3)   Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya, jikalau yang disebut hati-sanubari atau pribadi itu dianggap berfungsi seolah-olah sebagai DUTA BESAR BERKUASA PENUH untuk sampai ke TUHAN dan dari TUHAN, disamping fungsinya sebagai SARANA TUHAN untuk MENYATAKAN DIRI dalam WAHYUNYA. Dengan Diri, setya kepada Hati-Sanubari maka Dirisudah satu-manunggal dengan Pribadi. Diri dengan pribadi sudah lingkup-melingkupi, serap-menyerapi. Dengan demikian diri sudah tidak menjadi tirai atau warana/aling-aling lagi antara pribadi dengan TUHAN PENCIPTANYA. Dalam hubungan ini diri bahkan dapat menjadi tombol (schakelaar B.Bda) antara pribadi dengan GUSTI. Ular-ular seperti tersebut diatas bisalah kiranya digunakan sebagai salah satu unsure landasan dalam tatakehidupan ber-PANCASILA demi memantapkan suksesnya “PEMBANGUNAN BANGSA DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA”